Tuesday, November 9, 2010

Muslimah Cantik, Bermahkotakan Rasa Malu


Semoga bermanfaat, wahai Nisa' !

Sumber: muslimah.or.id
Oleh: Ummu Hasan ‘Abdillah


Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاء

“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,

الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر

“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)

Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.

Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.

Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.

Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…

Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…

Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)

Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,

إن كنتن مؤمنات فليس هذا بلباس المؤمنات وإن كنتن غير مؤمنات فتمتعينه

“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”)

Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)

Wahai, muslimah…

Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.

Wahai saudariku muslimah…

Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…

Tuesday, October 19, 2010

Feeling good?

Saya sedih :(


Tak gembira hidup dalam keadaan tertekan.


Tetapi, Dia tahu apa yang saya rasa.
Diutuskannya Muhammad saw untuk mengajar kita; anda dan saya dengan doa yang indah ini.

Subhanallah!
Alhamdulillah!


"Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa melainkan hanya Engkau. Karena itu, ampunilah aku, dengan ampunan yang datang dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Al-Bukhari no.834 dan Muslim no.2705 (48)..



"Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah Engkau rezekikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku didalamnya dan gantikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan yang lebih baik.” (HR. Al-Hakim I/510 dan dishahihkan serta disepakati oleh adz-Dzahabi, dari Ibnu ‘Abbas rodhiyalloohu’anhuma)


"Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas kesalahan-kesalahanku, kebodohanku serta sikap berlebihanku dalam urusanku, segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas canda dan keseriusanku, kekeliruanku dan kesengajaanku, dan semuanya itu ada pada diriku.” (GR. Al-Bukhari no.6399/Fat-hul Baari XI/196, dari Abu Musa Al-Asy’ari rodhiyalloohu’an)


Rasulullullah saw mengajar kita; saya dan anda untuk sentiasa bermohon keampunan daripada Allah taala.
Tak kira sehebat mana rasa bersalah kita kepada Allah taala, jangan pernah terpedaya dan merasa lemah kerana rahmat-Nya sangat sangat luas bagi hamba-hambanya.

Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahawa Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya ketika Allah menciptakan makhluk-Nya, maka Dia menetapkan disisi 'arasy-Nya, 'Sesungguhnya rahmatku telah mendahului amarahku'" [HR Al-Bukhari dan Muslim]


Inilah yang saya perlukan sangat sangat saat ini.

Friday, September 24, 2010

Sirah Muzikal

bismillahirrohmaanirrohiim.


SIRAH MUZIKAL 2010

[ TARIKH ]
Sabtu | 9 Oktober 2010

[ MASA ]
8 PM - 11.30 PM
[TEMPAT]
Dewan Auditorium D8,
Parcel D, Precint 1,
Putrajaya

Laman web rasmi dan untuk tempahan tiket:

seerah muzikal

Untuk berilmu, jalannya berliku..




Bismillah wa alhamdulillah.

Sebuah perkongsian istimewa dari insan istimewa, Prof Dr. Sidek Baba. Seusai membacanya, ada secalit rasa yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Saya yang selalu merasa lelah saat menempuh jalan menimba ilmu berasa begitu kerdil jika dibandingkan dengan apa yang dilalui beliau.

Arwah datuk pernah berpesan, "Kita ni kalau ada ilmu, orang pandang. Tak ada ilmu, jadi orang terbuang." Kalimah keramat itu amat memberi makna kepada hidupku.

Bapa dengan rasa rendah diri seorang penoreh getah selalu memberi nasihat, "Bapak orang miskin nak. Bapak tak mampu nak tanggung kau ke sekolah. Kalau kau nak ke sekolah juga, bapak doakan kau berjaya."
Aku mengerti mengapa bapa kata begitu. Walaupun keluhuran jiwa seorang ayah amat tinngi namun realiti hidup menjadikan aku teruja. "Apalah yang dapat mak bantu kamu selain menjual kuih, menganyam tikar dan mendoakan kau berjaya." Rasa dhaif ibuku terhadap hidup amat kurasakan di samping doa yang tidak pernah putus dipanjatkan untuk kejayaanku.

Lantaran itu sewaktu tidak berduit, akau mengayuh basikal sejauh 60 kilometer pergi balik dari kampung Pulau, Masjid Tanah hingga ke Sekolah Menengah Inggeris Gajah Berang di bandar Melaka. Walaupun ia jauh dan meletihkan tetapi semangat untuk menuntut ilmu tidak menjadikan aku patah harap. Ada ketikanya tayar basikaklku pecah dan aku tidak berduit untuk membetulkannya dan terpaksa menolak berbatu-batu jauhnya. Aku masih kental untuk belajar walaupun sekolah tidak begitu meraikan kehadiranku.

Dihina di dalam kelas

Setiap kali aku memasuki kelas, guru kelas akan memanggil namaku untuk membayar yuran bulanan. "Sidek, where is your school fees?"

"No teacher," jawabku antara dengar dengan tidak.

"When are you going to pay?," tanyanya lagi. Semua perhatian pelajar kelas tertumpu kepadaku. Aku tunduk malu. Ada kesan psikologi kepadaku. Tapi, aku masih tidak berputus asa.

Suatu pagi, basikalku bocordalam perjalanan ke sekolah. Aku terlewat sampai. Apabila masuk ke kelas, guru bahasa Inggeris bertanya kepadaku: "Why are you late?,"

"My bicycle punctured, sir. I'm sorry." jawabku spontan.

"From now on, I'll call you Mr. Puncture." Mendengar usikan guru itu, pelajar-pelajar lain ketawa. Aku rasa terusik dalam gelak mereka yang panjang.

Semasa di kelas peralihan (Remove Class), guru bahasa Melayu bertanyakan suatu soalan yang sukar untuk dijawab. Guru itu menyuruh aku berdiri di atas kerusi. "Kamu 'kepala kohok' berdiri di atas kerusi . Selagi tak dapat jawab, jangan duduk."

Pelajar-pelajar lain memandangku. Aku rasa terhina. Terhina yang amat sangat kerana dipanggil 'kepala kohok'. Aku tetap sabar dan semangatku ntuk belajar tidak pernah mati.

Suatu peristiwa yang tidak dapat aku lupakan sepanjang hayatku adalah apabila seorang guru matematik di Tingkatan 2D memulangkan buku kerja rumah. Aku memang susah nak faham latihan matematik. Aku menduga tentu banyak kesalahan kali ini.
"Sidek Baba, stand up!" guru itu terus memanggil namaku dan aku berdiri. Ia terus membaling buku latihan dan tepat mengenai mka dan batang hidungku.
"Hey Sidek! You better go back to kampung tanam kacang lagi baik," katanya marah.
Pelajar-pelajar lain ketawa. Sekali lagi penghinaan tertimpa kepadaku. Terasa mahu menjerit sekuat-kuatnya. Aku masih sabar dan tekadku masih tinggi untuk belajar. Tanpa kusedari, air mata mengalir di pipiku.

Tiada yang simpati

Dalam perjalanan balik aku menangis teresak-esak mengenangkan nasib diri. Tapi apakan daya, aku tidak berdaya. Mengapa guru-guru tidak bertanyakan latar belakang keluargaku, cara aku bersekolah dan kepayahan hidup yang aku hadapi? Mengapa guru hanya meraikan murid-murid yang cerdik sedangkan aku yang lemah ini terbiar dan terus tercicir? Aku berbisik, tetapi siapa yang ingin mendengar ratapan ini? Rasanya terlalu payah untuk belajar dan menjadi orang berilmu.

Alangkah baiknya sekiranya ada guru yang tahu bahawa bapaku hanya seorang penoreh getah dengan pendapatan hanya RM 2.50 sehari. Ataupun sekiranya orang mengetahui bahawa aku mengayuh basikal sejauh 60 kilometer ke sekolah setiap hari. Apa yang aku perlukan hanya simpati. Simpati seorang guru membolehkan ia memahami anak muridnya. Dari situ pengertian yang tulus diharapkan dan pertolongan yang ikhlas dalam mendidik diberikan.

Mujur aku mendapat gred B dalam LCE (Lower School Certificate) yang membolehkan meneruskan pelajaran ke tingkatan 4. Dalam peperiksaan MCE ( Malaysian School Certificate ) aku mendapat Gred 3. Pada tahun 1964, aku menjadi guru sementara di Sekolah Umum Jeram dan masuk ke Maktab Perguruan Sultan Idris Tanjung Malim (MPSI) (kini dinaiktaraf kepada Universiti Pendidikan Sultan Idris) selama dua tahun.

Di MPSI, aku mendapat RM 40 sebulan. Aku kirimkan kepada keluarga RM 20 daripadanya dan sepanjang bulan aku hanya berbelanja sekitar RM 20. Selalunya pertengahan bulan aku sudah kehabisan wang. Aku tetap bersyukur walaupun kehidupan di maktab tidak seperti orang lain.

Cita-Cita Melangit


Di MPSI, aku bercita-cita untuk pergi lebih jauh lagi walaupun terasa malu untuk menyebutnya kepada orang lain. Aku menyimpan azam, satu hari aku akan ke menara gading. Tekad ini tersemat mendalam dalam hati bahawa anak penoreh getah ini kalau diberi peluang boleh pergi lebih jauh seperti orang lain juga.

Sejak mula bekerja pada tahun 1968, gajiku hanya RM 250 sebulan. RM 100 aku asingkan untuk ibu dan ayahku. RM 100 untuk belanjaku sebulan dan RM 50 lagi aku gunakan untuk mendaftar di Stamford College Gaya Pos bagi persiapan Higher School Certificate (HSC). Pada waktu itu, tiada kelas lanjutan di tempat berdekatan. Kalau adapun di bandar Melaka, tetapi aku tidak mampu kerana masalah belanja.

Tujuh kali aku mencuba. Setiap kali, aku masih tidak mendapat Sijil Penuh. Aku tetap sabar dan tidak pernah berputus asa. Aku tahu berilmu memerlukan tingkat kesabaran dan usaha yang tinggi. Aku hanya mendapat Sijil Penuh selepas berumah tangga. Inilah rezeki perkahwinan agaknya.

Aku diterima masuk ke Universiti Malaya pada tahun 1976. Aku tinggal di kolej, aktif dengan Persatuan Mahasiswa Islam, Universiti Malaya dan Persatuan Bahasa Melayu. Pada hujung minggu aku balik ke Melaka menziarahi keluarga dan kadang-kadang aku tidak balik kerana menghabiskan masa di Kolej Kelima mendidik generasi pelajar ke arah pemahaman Islam yang lebih komprehensif. Aku terlibat aktif dalam kepimpinan pelajar dan dakwah.

Setelah tamat ijazah Pertama Universiti Malaya, aku mendaftar melanjutkan pelajaran dalam bidang Diploma Pengajian Islam, di Universiti Kebangsaan Islam selama dua tahun iaitu pada tahun 1983-1985. Kami menaiki sebuah kereta dengan kawan-kawan dari Melaka pada setiap hujung minggu berulang alik ke Bangi. Memang banyak cabarannya, tetapi aku menghadapinya dengan sabar dan cekal kerana tanpa pendidikan Islam pada tahap tinggi tidak mungkin boleh menjadi seorang pendakwah yang baik. Bagiku ilmu adalah penting. Umat Islam dengan dukungan ilmu memberi asas baik untuk maju ke hadapan.

Hijrah

Pada tahun 1985, bermulanya titik tolak yang amat bermakna dalam hidupku. Aku nerkeyakinan bahawa hijrah dan pengorbanan ialah jawapan terbaik dalam meneroka ilmu dan meningkatkan diri.
Kami sekeluarga berhijrah ke Sri Layang, Genting Highland kerana ditawarkan bertugas di Institut Aminuddin Baki. Aku tahu institut ini ada menawarkan peluang untuk melanjutkan pelajaran yang lebih tinggi. Isteriku berhenti kerja daripada menjadi pegawai bank.

Pada tahun 1986, aku ditawarkan oleh Kementerian Pelajaran ke Amerika di Universiti Indiana, Bloomington ,melanjutkan pelajaran dalam bidang Perbandingan Pendidikan. Ini merupakan satu anugerah daripada Allah yang amat bermakna bagi kami sekeluarga kerana kerana memang tidak terbayang peluang itu ada dalam hidup kami. Inilah hikmah hijrah dan pengorbanan isteriku yang berhenti kerja kerana citi-cita tinggiku untuk belajar dan menguasai ilmu sebanyak mungkin.

Setelah tamat Sarjana Perbandingan Pendidikan, aku rasa bersyukur kerana kejayaan tertinggi ini paling tidak menjadi bekal untuk aku pergi lebih jauh dan menjadi inspirasi untuk kelapan-lapan anak-anakku untuk menjadi lebih cemerlang daripadanya pada masa depan.

Sibuk berceramah


Di Amerika Syarikat aku tidak duduk diam dengan belajar sahaja. Pada hujung minggu apabila berkelapangan, aku bertemu dengan pelajar-pelajar Melayu di seluruh Amerika memberikan ceramah kesedaran tentang Islam dan peranan umat Melayu apabila kembali ke Malaysia nanti.
Rupa-rupanya kerja sukarela aku itu mendapat perhatian Jabatan Penuntut Malaysia di Amerika Syarikat. Mereka telah membuat perakuan kepada Kementerian Pendidikan di Kuala Lumpur supaya aku menyambung pelajaran di Peringkat Doktor Falsafah supaya peranan mendidik pelajar di sana dapat diteruskan.

Aku amat terharu dan bersyukur kepada Ilahi apabila pada 14 Jun 1987, aku menerima panggilan telefon daripada Kementerian Pelajaran supaya aku terus menyambung pengajian ke peringkat Doktor Falsafah. Alasannya bagi membantu pihak Jabatan Penuntut memberi nasihat dan kesedaran kepada pelajar-pelajar Melayu di sana. Syukur, hijrah dan pengorbanan isteri yang amat bermakna memberi peluang untukku belajar lagi.

Pada musim sejuk 1987 kami berpindah ke Universiti Northern Illinois, Dekalb, tidakk jauh dari bandar Chicago unutk melanjutkan pelajaran di Peringkat Doktor Pendidikan. Oleh kerana anakku ramai, pihak universiti tidak membenarkan kami tinggal di rumah universiti. Mujur kawan-kawan membantu dan pihak Pusat Islam atau masjid di universiti itu membenarkan kami tinggal di bahagian atas masjid itu.

Waktu itu umurku sudah meningkat 42 tahun. Biasiswa yang diberikan pula terhad. Tiga tahun aku belajar dengan wang yang amat terbatas, membuat kunjungan dan menerima undangan pelajar untukk berceramah di seluruh Amerika Syarikat bukanlah suatu hal yang mudah. Kadang-kadang diundang juga ke England dan Amerika Selatan untuk memberikan ceramah dan dakwah.

Syukur

Alhamdulillah, awal tahun 1991 aku berjaya memperoleh ijazah Doktor Pendidikan dalam bidang Kajian Dasar dalam Pendidikan Tidak Formal dan Pendidikan Sepanjang Hayat. Memang benar, untuk berilmu, jalannya payah. Ia menuntut pengorbanan, hijrah dan tekad yang tinggi. Dan aku bersyukur di sebalik kejayaan yang aku capai aku memiliki seorang isteri yang tabah mengharungi susah payah. Ia amat memahami pentingnya ilmu sebagai sumber inspirasi kepada anak-anak.

Syukur dibawah didikan dan jagaan isteriku, lapan orang anak telah tamat pengajian di universiti dan separuh daripada mereka sedang belajar di tahap doktor falsafah dan sarjana. Kami bersyukur kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mengingat masa laluku yang payah, aku mengalirkan air mata kesyukuran yang tidak terhingga. Allah Maha Besar.





Sunday, August 29, 2010

Kain putih itu ..

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum wrt.


19 Ramadhan 1431 H, 12.44 am

Berlalulah sudah 18 Ramadhan 1431 H yang bersamanya terlakar sebuah lagi lukisan pengalaman yang indah. Perjalanan sepanjang hari bersama teman tercinta yang solehah menjadikan setiap detik begitu bermakna. Alhamdulillah ya Allah ^^

Pagi kami tambah berseri saat menatap wajah mulus bakal seorang mujahid dan ulama', baby Abdullah yang comel. Tenang lenanya tanpa sedikit pun terganggu dengan kehadiran kami. Berbuai-buai rasa hati saat melihat wajah si comel yang suci tanpa dosa ini. Alhamdulillah, inilah keindahan aturan hidup yang telah Allah tetapkan buat saya. Mendampingi mereka yang solehah selalu memberikan saya suatu inspirasi kehidupan yang tidak saya temui di kuliyah pengajian akademik saya. Saya menyedari bahawa apa yang saya lalui saat ini merupakan suatu proses pentarbiyyahan wajib bagi yang bergelar wanita.
Apabila berbicara tentang wanita, sungguh ingin saya katakan yang saya amat bergembira kerana dilahirkan sebagai seorang wanita dan yang paling penting, a Muslim woman!
Blissful :))
alhamdulillah :)
Saya gembira kerana dalam kekalutan akhir zaman kini dimana semua wanita lain sibuk mencari-cari erti kebahagiaan dan ketenangan hidup yang sebenar, kita, para wanita muslim sudah awal-awal lagi merasa tenang dalam jagaan syariat Islam yang amat istimewa. Kita sudah bisa redha dan menerima seadanya saat mereka begitu kalut dan risau hanya dengan definasi kecantikan yang sering berubah-ubah mengikut arus masa, zaman serta nafsu manusia.
Rasa hati tak dapat digambarkan kerana kesyukuran yang amat sangat kerana terpilih untuk tetap dalam iman, berada di atas jalan yang sama dengan Rasulullah saw dan para solihiin. Walaupun telah 1400 tahun kekasih yang agung itu meninggalkan kita, sentuhan tarbiyyah dan didikannya masih dapat kita rasai dan kesannya dapat dilihat pada para mu'minah.

Saya kagum melihat si gadis kecil yang indah akhlaknya hasil didikan dan sentuhan dari ibu yang mithali.
Saya kagum pada seorang gadis yang sanggup mendahulukan Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada dunia walaupun semua yang disisinya bagai mengasak-asaknya untuk turut sama menikmati arus zaman yang penuh tipu daya!
Saya kagum pada kekuatan hati seorang ibu yang mendidik anaknya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang tanpa sedikit pun berharap akan pembalasan; yang ada cumalah sebuah doa dan harapan agar anak yang dikandungkan itu bakal menjadi seorang yang berguna buat agama dan ummat.



Duhai permata hati, membesarlah dalam rahmat Allah.

Ya, begitu besar harapan pada si kecil saat mata saya bertaut dengan mata si kecil yang bercahaya. Tingkahnya yang bersahaja dengan senyuman yang sangat sangat ikhlas membungakan kebahagiaan. Sekadar terikat dengan ikatan aqidah sudah membuahkan rasa yang indah, saya yakin besar lagilah harapan si ibu buat mujahid kecil.

Selamat ukhti, selamat mencorak kain putih itu.


Semoga lebih ramai mujahid yang bakal lahir untuk menyelamatkan umat yang semakin karam ditelan arus masa dan kejahilan ini.





Saturday, August 14, 2010

Ouch!



Bismillahirrahmanirrahim..

Semester ini berbeza dengan penggal-penggal pengajian saya sebelum ini. Kali ini, saya direzekikan oleh Allah swt untuk mendiami sebuah bilik yang betul-betul menghadap blok kediaman pelajar lelaki. Dengan jarak yang kurang dari 10 meter, kami pelajar-pelajar disini sungguh sungguh bergantung kepada iman kami untuk amanah dengan mata dan diri sendiri. Kebebasan untuk selalu menikmati pandangan luar tingkap dan menghirup udara segar terbatas selagi berada di dalam bilik. Nikmat udara segar dan pemandangan yang hijau yang menyegarkan mata tidak lagi saya miliki. Nikmat yang dahulu Allah pinjamkan kepada saya, namun, sangat jarang saya syukuri :(


Kampus saya, Puncak Alam:)


Saya memujuk diri dengan bersabar dan bersabar..

************************************************************************

Sedari pagi lagi, saya bersedih kerana deria sakit di dalam mulut dan mata saya seakan-akan meronta-ronta minta diberi perhatian. Ketidakselesaan ini saya bawa dalam sujud dan rukuk saya, saat saya berdiri menghadap Allah, saat perut saya berlapar, saat tenaga semakin berkurang, saat matahari memancar terik dan saat saya perlu berkomunikasi dan bercakap dengan orang di sekeliling saya.

Ikutkan hati, nak je saya guna bahasa isyarat masa beli makanan tadi :(

Tetapi saya sedar, ketidaknormalan yang saya hadapi saat ini adalah sebuah penganugerahan yang tidak ternilai daripada Allah swt. Mata yang merah dan membengkak mengingatkan saya betapa kurangnya saya bersyukur saat mata saya masih sihat, putih dan cantik. Kini, untuk membaca apa yang baru sahaja saya karangkan pun memerlukan mata saya untuk fokus. Ketika pulang dari solat terawih, terkebil-kebil saya meneliti orang dihadapan agar tidak tersilap memanggil kawan-kawan saya. Terima kasih kepada Aisyah kerana selalu menjadi benteng saya sekarang. Secara psikologinya, saya berasa sangat rendah diri apabila berada di khalayak ramai kerana saya sangat merasakan orang melihat saya dengan persoalan yang tak terluah seperti "eh, sakit mata ya?" ataupun "eyy, mata dia..". Tak perlukan orang lain, saya sendiri pun takut menatap wajah sendiri. Dengan mata merah menyala dan membengkak, saya rasa saya layak untuk dicalonkan sebagai pelakon tambahan bagi filem seram! Tetapi, inilah antara kesakitan lain yang dialami bagi orang yang sakit. Saya mempelajarinya secara teori dalam subjek Health Psychology, dan kini saya melalui praktikalnya. Terkenang pula pada adik bongsu saya yang saya jaga ketika adik sakit kelmarin. Ada kalanya saya jadi kurang sabar dan geram bila adik berdegil sehingga terlepas juga seperenggan dua bebelan untuk adik. Yang saya kagumi, dalam kekusutan dan keserabutan yang dilalui, ditambah pula dengan masalah kesihatan, adik relax je tadah telinga dan buat muka selamba layan bebelan saya. Sikit pun adik tak melawan.

Maka, bila melalui apa yang adik lalui, saya rasa saya LEBIH kurang tabah dan LEBIH kurang bersabar dari adik. Entah dari mana kekuatan jiwanya datang, sungguh sungguh ingin saya contohi. Terima kasih sayang kerana bersabar dengan kakak.

Oh ya Allah, saya sangat malu.

p/s: Sesungguhnya sabar itu indah, kawan-kawan. Jadi, bersabarlah!

Friday, August 13, 2010

Pagi yang indah~


Alhamdulillah
Alhamdulillah
Alhamdulillah

:)
Saat mata yang sakit ni cuba saya bukakan untuk hari yang baru, saya sedar pujian dan kesyukuran hanya untuk al-Khaliq kerana masih mengurniakan kesempatan bagi saya untuk bernafas dan terus hidup.

Streotype?

Mungkin, tapi saya tak kisah.

Kerana kali ini saya yang merasai ujian nikmat kesihatan yang diambil kembali pulang kepada Pemilik-Nya. Saya juga yang merasai kepedihan saat cuba membuka kelopak mata yang membengkak.
Berbaur rasa hati kerana saat melalui kepedihan dan kesedihan kerana diuji dengan kesakitan, Allah swt masih sudi mencampakkan secebis bahagia di hati saya pada fajar Ramadhan ini.

Alhamdulillah.
Seusai solat subuh, rindu dan ingatan saya membawa saya kepada keluarga di kampung. Tiada ungkapan kata-kata yang dapat menggambarkan kebahagiaan saya saat ini. Memori saya menjengah ke ruang keluarga di mana di situlah Mak biasanya akan melaksanakan kefardhuannya kepada Allah swt. Saya melihat Mak yang penuh kekhusyukkan sujud menghadap yang Esa. Lama sujudnya mendoakan kesejahteraan anak-anak sekalipun nasibnya kelak masih belum tentu.

Kerap kali saya mempersoalkan diri "Bisakah kami mempersiapkan kebahagiaan di hari tua Mak dan Ayah setelah mereka menghamparkan kami kasih sayang yang tidak bertepi sejak kami kecil?"Kebisuan yang menyahut soalan saya. Yang ada cuma segenggam azam yang saya tanam jauh di sudut hati untuk mereka dan tangan yang yang saya tadahkan ke langit sambil bibir dan air mata saya beriringan memohon,


' Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil '
(Surah al-Isra': 24)




Suara ayah mengalunkan zikir menjadi melodi yang rutin bagi memecahkan keheningan subuh di teratak kami. Sedari kecil, saya diajar untuk melazimi zikir-zikir ma'thur, dan sehingga kini ayah masih sama dengan peringatannya itu. Ia menjadi halwa telinga yang dengannya kami adik beradik membesar. Andai tiada lelaki ini, saya tidak mampu membayangkan kedudukan saya saat ini.

Justeru,

Terima kasih ayah.

Terima kasih kerana memperkenalkan saya dengan bulan yang diciptakan oleh Allah.


Terima kasih kerana suka bercerita kisah-kisah para anbiya' kepada saya dan adik-adik.


Terima kasih kerana membetulkan pronounciation 'lion' saya walaupun saya nangis-nangis sebab ayah garang. (^_^)v

Dan dan..

Terima kasih kerana mewasiatkan saya dengan wasiat yang disampaikan oleh Luqmanul Hakim kepada anak-anaknya didalam al-Qur'an.


"Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar'"

"Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyusukannya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu"

"Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau mentaati kedua-duanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

"Luqman berkata' Wahai anakku! Sungguh jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, nescaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti"

"Wahai anakku! Laksanakanlah solat dan suruhlah manusia berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesunguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting"

"Dan jangalah kamu memalingkan wajah dari manusia (kerana sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."

"Dan sederhanalah dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keldai"

[Luqman: 13-19]

Maka, nikmat Tuhan yang manakah yang patut saya dustakan?


Thursday, August 12, 2010

Dengan nama Allah.


Bismillahirrahmanirrahim~
this is my countless attempt to write.
Isy isy.. Tak yakin pada diri sendiri ya Nisa'?

Laju saya menganggukkan kepala. Percubaan berkali-kali saya selalunya berakhir dengan pilihan untuk memadamkan kembali apa yang telah saya coretkan. Dan percubaan yang berkali-kali itu tidak mengambil masa yang sedikit, tetapi ia melibatkan kerahan masa dan tenaga yang banyak.

Saya tak begitu yakin yang saya pada akhirnya akan bisa menghasilkan sesuatu yang bernas untuk menjadi bahan bacaan dan tazkirah kita bersama. Bukan mencari kesempurnaan pada penulisan, tetapi saya tidak redha andai apa yang bakal saya titipkan ini tidak punya nilai untuk kebaikan ummah, apatah lagi untuk dinilai di sisi Allah swt.

Namun, bagi mereka yang menjadikan penulisan dan blogging sebagai sebahagian daripada hidup mereka, usaha dan minat mereka amat saya hargai. Masakan tidak, sebelum mula memaksa diri untuk memerah otak dan berkongsi karya melalui penulisan, saya adalah insan yang sewenang-wenangnya beranggapan bidang penulisan adalah bidang yang mudah dan enteng. Selalu mengambil ringan keperluan dan peri penting bidang penulisan, sungguh kini amat saya kesali. Saya memohon keampunan kepada Allah swt kerana dahulu pernah beranggapan bahawa Sains adalah segala-galanya menyebabkan saya memandang sebelah mata keperluan untuk memperbaiki kemahiran bahasa dan penulisan saya samada dalam Bahasa Melayu, Bahasa Inggeris mahupun bahasa Arab dan Mandarin. Saya lupa, semua itu adalah ilmu alat yang sangat memungkinkan bagi seorang hamba mendapat petunjuk dan hidayah daripada Allah swt. Namun, saat hidayah Allah mengetuk kamar hati, saya sedar apa yang saya miliki MESTI saya kongsikan bersama semua kerana SHARING IS CARING! Slogan yang mudah dan biasa menyapa cuping telinga, namun, kesannya begitu besar dalam diri dan kehidupan seseorang insan.



Atas indahnya nikmat perkongsian, kita bertebaran di atas muka bumi Allah ini dengan harmoni dan tenang. Atas rasa ingin berkongsi dan tanggungjawab, kita bernaung di bawah sebuah ketenangan yang bernama keluarga dan kerana perkongsian jugalah saat ini saya menitip kalam dan anda membacanya.

Dek kerana saya telah pun tahu, didesak oleh mahu, saya saat ini mengasah diri untuk menuju mampu agar apa yang dipinjamkan kepada saya tidak terhenti dan berakhir hanya pada diri saya sendirian. Hidup dalam rantaian kasih sayang, saya berdoa agar secebis ikhtiar ini dipandang oleh Allah swt sebagai amal soleh. Amiin.

Saturday, February 6, 2010

Dia yang kuat.

Saya menerima pangilan dari kampung pagi ni. Saat salam menyapa, saya cepat mengenali pemilik suara yang lembut di hujung talian. Mak. Mendengar suaranya, ketenangan yang menjengah di kalbu.

"It gives me a way of inspiration. A kind of theraphy, I guess. I have always wanted to tell her that I really love her so much that I want her to be happy all the time, regardless of any situation." -Dear me ^^

Tetapi, adakalanya, sayang saya pada Mak tak terlafaz, tersekat-sekat di kerongkong kerana dipagari malu yang tak bertempat. Saya yang selalu inginkan Mak bahagia, tetapi saya tahu bahawa Mak lebih-lebih lagi inginkan saya beroleh kebahagiaan melebihi dirinya, dan ini pun sebuah cinta dan kebahagiaan yang tak mampu terungkap dengan kata-kata kerana ia adalah kelebih-lebihan dan pembaziran yang bersifat fitrah, fitrah yang indah!

Mak dan ibu kepada Mak (Wan saya yang comell) ^^

Inilah wajah insan teristimewa dalam hidup saya. Dengan kekuatan rahimnya, saya dilahirkan ke dunia. Dengan kebesaran jiwanya, saya adalah siapa saya sekarang. Sungguh mengharukan. Berbaur perasaan dalam jiwa saat tangan menari di atas kekunci komputer. Menatap wajah wanita yang semakin dimakan usia ni, lebih-lebih lagi meruntun jiwa.

Selepas menikahi ayah, ketaatan, kesetiaan dan seluruh kecintaan tertumpah khusus kepada keluarga yang baru dibina. Cinta dan kasih sayangnya tersangat halus, sehalus dan selembut jiwa perempuannya. Siapa sangka, wanita itu benar-benar mampu mengubah dunia dengan jiwanya. Peranan yang mak mainkan dalam keluarga kami teramat besar, pantulan dari kekuatan cinta dan kebesaran jiwanya.

Kisah kami tak mungkin bisa usai untuk dikhabarkan. Rentetan kisah yang panjang, penuh onak dan liku yang berduri. Sedikit pun Mak tak pernah mengalah untuk menghadapinya. Belum lagi kisah anak-anak yang tak memahami kemahuannya, menentang, membuat provokasi dan segala macam onar lagi. Tertahan-tahan perasaannya menanggung duka. Adakah pernah dikau mengerti duhai anak?

MAK bukan perempuan gagah yang bisa menahan gunung, atau pahlawan hebat di barisan hadapan yang mempamerkan keperkasaan fizikal. Sedikit pun beliau tidak mendidik kami, puteri-puterinya untuk beraksi lincah mempamerkan kekuatan fizikal dikhalayak ramai. Justeru, minda sedar saya selalu diasak persoalan yang mendambakan jawapan saat melihat aksi lincah para wanita hari ini yang ketangkasannya ingin menyaingi lelaki, adakah mereka berasa malu dengan sifat kelembutan yang Allah hiaskan pada insan bernama wanita?

Mak meraikan persoalan saya dengan tingkah yang tiada pendustaan. Yang ada cumalah kelembutan dan keikhlasan yang tiada pernah berpenghujung.

Bisakah diriku mencontohimu, wahai bondaku?




LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...